Iklan Utama

Jumat, 19 September 2008

Jualan Daging dari Sampah Hotel selama 5 tahun!!!

Mas Dedhi dan Cak Yo,
 
Saya setuju dengan pendapat bahwa usaha pembunuhan manusia lain secara perlahan2 sudah marak terjadi dan dalam banyak sisi kehidupan. Mengungkapkan kasus2 ini tidaklah mudah karena kadang konsumenlah yang menyebabkan usaha2 ini tetap hidup dan bahkan meluas.
 
Saya baru saja dari Medan dan saat di sana saya sempat makan bubur ayam yang dagingnya berupa cincangan halus. Selang 2 jam kemudian, sekujur badan saya gatal seperti alergi. Ketika saya konsulkan ke dokter, diagnosanya adalah keracunan makanan. Sebelum bubur, saya tidak makan apapun. Dan bubur itu sama sekali tidak mengandung seafood. Kecurigaan saya pada awalnya adalah penyedap makanan.. Tapi sesudah saya baca di beberapa milis (termasuk di sini..) hihyyyyyyyyyy..... takuttttt.... Jangan2....... hiiiiiiiyyyyyyyyyyyyyyyyyy............
 
Ya Allah... ampunilah mereka....
 
Saya setuju.. There's no excuse for them... 
 
Salam..
tyas
yang masih gatel2...dan jadi tambah gatel sesudah baca postingan mas Dedhi...
 
========#-----------------------------

--- Pada Kam, 18/9/08, 
Dedhi Sujatmiko menulis:

dari : http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/13/index.html

mohon maaf kalau hari ini saya posting email yang isinya benar benar
merusak selera :(
Saya sendiri kaget sampai ada orang yang nekat mencari untung dengan
mendaur ulang daging busuk dan mencampurkannya dengan formalin dan
rhodamine... .. bener bener tega.
Jadi sedih dan takut kalo mau makan kaki lima, tapi tidak melihat asal
dagingnya seperti bubur yang sudah disuwir, mie ayam, sate, gule dsb.
Mungkin setelah ini beraninya makan cuman soto yang ayamnya dipajang di
geroba, pecel lele yg lelenya utuh, dsb :(

============ ========= ========= ========= ========= ========= ========= =========

SP/Yumelda Chaniago

Wali Kota Jakarta Barat Joko Ramadhan melihat daging olahan sisa hotel
dan restoran yang digerebek polisi dan petugas Sudin Peternakan dan
Perikanan Pemkot Jakarta Barat, di kawasan Kelurahan Kapuk, Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (11/9).

Bau busuk langsung menyeruak begitu SP tiba di depan pintu sebuah
ruangan berukuran sekitar 5 x 3 meter di Jalan Peternakan I, RT 04, RW
07, Kapuk Jagal, Cengkareng, Jakarta Barat pada Kamis (11/9) sore.
Ruangan berdinding kayu dan berlantai tanah merah itu merupakan sebuah
dapur, tempat Darmo (55 tahun), dan istrinya Yatmi (50 tahun) mengolah
berbagai daging busuk yang akan mereka jual kembali.

Sore itu pasangan suami-istri ini tengah bekerja. Darmo tengah menunggui
lima penggorengan berisi daging busuk yang tengah digorengnya, ketika
tiba-tiba sejumlah polisi dari Polres Jakarta Barat, bersama petugas
dari Suku Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemkot Jakarta Barat masuk dan
memergoki ulah mereka.

Wajah Darmo dan Yatmi pun langsung tegang. Apalagi para petugas langsung
menemukan sejumlah daging busuk yang belum sempat mereka masak. "Saya
enggak tahu apa-apa pak. Saya cuma masak, yang ngerti itu bosnya. Dari
dialah saya mendapat daging-daging yang sedang dimasak ini," aku Darmo
dengan nada panik, ketika polisi bertanya mengapa daging yang telah
busuk dimasaknya kembali.

Darmo bergegas keluar dari dapur disusul istrinya. Tampaknya ia sudah
tak tahan dengan kejaran pertanyaan dari para petugas. Ia kemudian duduk
di dipan depan rumahnya yang berdinding kayu. "Saya enggak tahu pak asal
daging ini dari mana. Pokoknya saya beli dari bos, kemudian saya masak
dan jual lagi," akunya dengan wajah ketakutan.

Petugas terus mencecarnya dengan pertanyaan seputar asal daging itu.
Namun, Darmo tetap menjawab tak tahu. Ia beralasan sang bos yang menjual
daging tersebut, datang dan menjual langsung ke rumahnya.

Padahal saat SP bertanya, bagaimana ia bisa mendapatkan daging-daging
tersebut, Darmo mengaku terkadang kalau sang bos tak datang membawa
daging ke tempatnya, maka Darmo lah yang akan pergi membeli ke tempat
sang bos. Tapi saat ditanya di mana tempat sang bos, lagi-lagi ia
mengaku tak tahu. "Enggak tahu saya di mana tempat bosnya. Kadang-kadang
si bos sudah datang ke tempat saya bawa daging dalam karung, terkadang
saya yang beli ke sana. Tapi saya enggak tahu tempatnya," katanya
kembali menghindar.

Menurut Kepala Suku Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemkot Jakarta
Barat, drh Chaidir Taufik, berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan
stafnya selama hampir satu minggu sebelum penggerebekan dilakukan,
diduga daging-daging busuk yang terdiri atas daging ayam, sosis, ikan,
dan usus ayam yang dimasak Darmo, diperoleh dari kumpulan sampah-sampah
hotel dan restoran.

"Daging sisa yang telah dibuang ke bak sampah hotel dan restoran,
kemudian dikumpulkan dan dijual ke orang-orang seperti Darmo. Mereka
lalu menggorengnya kembali untuk dijual dan dimakan," kata Chaidir
kepada SP, di sela-sela penggerebekan.

Direndam Formalin

Tak jauh dari dapur rumah Darmo, terdapat sebuah lokasi yang dijadikan
tempat penampungan dan penyortiran sampah. Di tempat ini tampak belasan
orang pemulung tengah menyortir sampah dari plastik-plastik sampah
berukuran besar.

Beberapa di antara mereka tampak sibuk memisahkan plastik-plastik bekas
botol air mineral, kardus, dan lain-lain. Petugas dari Sudin Peternakan
dan Perikanan pun mendatangi tempat penyortiran sampah tersebut. Di
sana, terdapat sebuah kardus berisi kumpulan daging beraneka jenis yang
belum sempat dipilah. "Nah daging-daging sisa dari tempat inilah yang
dimasak kembali untuk dijual," ujar Chaidir. Selain kotor, daging-daging
yang berada di tumpukan lokasi penyortiran sampah tersebut juga telah
membusuk dan bercampur dengan sampah-sampah lainnya, aromanya sangat
"menusuk" hidung.

Chaidir mengatakan, daging-daging busuk tersebut sebelum dimasak kembali
oleh Darmo, terlebih dahulu dicuci dan direndam dalam formalin agar
kembali kenyal dan bau busuknya menjadi berkurang. Setelah itu daging
digoreng kembali dan dijual ke warung-warung makanan, tukang bubur ayam,
dan masyarakat luas.

"Daging ayam yang mereka goreng kembali bentuknya hancur, seperti daging
suwir. Soalnya mereka mengumpulkannya dari sisa-sisa daging ayam yang
tidak habis dikonsumsi para tamu hotel atau restoran, sehingga bentuknya
tidak utuh," urainya.

Menurut Darmo, untuk mencerahkan warna daging yang terlihat menghitam
akibat proses masak yang berulang, daging yang telah digoreng akan
diberi adukan bubuk pewarna merek rodamin (pewarna tekstil, Red). Bubuk
tersebut akan membuat daging yang telah dimasak menjadi berwarna
kekuningan, sehingga terlihat seperti daging yang baru diolah. "Saya
ngasihnya enggak banyak-banyak, biasanya satu baskom daging hanya
ditaburi setengah bungkus pewarna. Kemudian diaduk-aduk supaya warnanya
merata," imbuhnya.

Daging yang telah dimasak kembali itu, jelas Darmo, ia jual ke sejumlah
pelanggan yang datang ke rumahnya. Ia mengaku tak mengenal para
pelanggan yang datang membeli ke rumahnya. Selain itu, istrinya juga
membantu menjual dengan menggelar lapak di Pasar Pos Duri, Kecamatan
Tambora, Jakarta Barat. "Saya menjual semua jenis daging dalam baskom.
Biasanya saya jual seharga Rp 1.000 per bungkus. Isinya daging
campur-campur, " aku Yatmi.

Lima Tahun

Darmo mengaku membeli daging-daging yang akan dimasaknya dari seseorang
yang disebutnya bos. Setiap hari sang bos datang membawa aneka jenis
daging yang telah dipilah dalam sebuah karung bekas beras. "Berapa pun
banyaknya daging yang dibawakan, saya hanya membayarnya seharga Rp
100.000. Mau isinya sedikit atau banyak harga belinya tetap, karena
borongan," ungkapnya.

Dalam satu hari, Darmo mengaku bisa memasak daging sekitar 50-100
kilogram. Dari penghasilannya ini ia memperoleh untung sekitar Rp
100.000 per hari. Usaha yang telah ditekuninya selama lebih dari 5 tahun
ini, diakui Darmo merupakan usaha turunan dari mendiang ibunya. "Dulu
saya belajar dagang daging ini dari ibu saya yang sudah meninggal.
Setelah ibu meninggal usahanya kemudian saya teruskan. Untungnya cuma
cukup buat makan sehari-hari, " katanya.

Sementara itu, tetangga Darmo bernama Mirna, mengaku tak tahu jika
daging yang dijual Darmo berasal dari tempat sampah. Ia hanya melihat
setiap hari Yatmi, istri Darmo jualan daging di Pasar Pos Duri, Tambora
dalam wadah baskom. "Enggak pernah tahu kalau daging yang dijualnya itu
dari tempat sampah. Malah tetangga di sini juga suka ikut beli, soalnya
daging yang mereka jual murah. Beli seribu bisa dapat lima potong ikan
goreng," imbuhnya.

Wali Kota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan mengaku terkejut mendapat
laporan adanya penjualan daging dari tempat sampah tersebut. Terlebih ia
mendengar perdagangan daging busuk itu tersebar di beberapa tempat di
wilayah yang dipimpinnya. "Saya minta Kasudin Peternakan dan Perikanan
untuk terus mencari lokasi mana saja yang terdapat penjualan daging
busuk. Ini benar-benar keterlaluan, masak daging sampah dikasihkan pada
manusia," ujarnya dengan nada gusar.

Menurut Djoko, penjual daging busuk tersebut dapat dikenai sanksi sesuai
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang Pangan. Ancaman hukumannya
pidana penjara maksimal 1 tahun, dan atau denda Rp 120 juta.
[SP/Yumeldasari Chaniago]

Tidak ada komentar: